Islam Normatif dan Historis
Islam
Normatif dan Historis
Indah
Sri Mardiana
No. Absen 19
Institut Agama Islam Negeri Metro
Jl. Ki Hajar Dewantara 15 A, Iring Mulyo, Kota Metro,
Lampung 34111
E-mail:
Indahmardiana816@gmail.com
Abstrak : Islam merupakan sebutan untuk agama
seseorang yang mengikuti ajaran allah yang memiliki kitab bernama Al-Quran yang didalam
nya mengajaran tentang tatacara pelaksanaan beribadah yang baik dan menurut
syari’at agama, serta hal yang boleh dilaksanakan dan yang dilarang, serta
sejarah perkembangan islam dari awal sampai akhir. Didalam kitab Al-Qur’an
terdapat kata historis atau mengenai sejarah yang dijabarkan di dalam kitab
bahwa didalamnya membahas salah satu kebudayaan masyarakat.
Di dalam
Islam terdapat empat macam darimana ilmu berasal, yaitu:
1). Panca
indera dalam bentuk.
2).
Pikiran yang diperuntukkan dalam tahab mencari ilmu.
3). Pemahaman
tanpa penalaran hati atau Ilham.
4). Informasi
yang benar benar fakta.
Asal ilmu
bersifat internal yang berikatan dengan perasaan setiap individu dalam
menyampaikan ilmu. alasan kenapa pembelajran islam wajib melakukan jalan
research diantaranya : 1) Saat ini individu berada ditengah masa rasional.
Dengan perkembangan ilmu umum dan ilmu terapan yang telah menciptakan peradaban
rasional, 2) Dalam islam sekarang harus terlibat dalam komunitas global.
Pluarlisme
memiliki ciri-ciri berikut ini:
1) Kenyataan mendasar bersifat
biasa yang dibagi seperti dualisme dan monism.
2) Terdapat banyak tahapan dalam
dunia yang berdiri secara tersendiri dan independen.
3) Kehidupan pada awalnya belum
mempunyai kesatuan.
Kata kunci : Ciri-ciri pluralisme,
pengertian islam, historis.
Abstract : Islam
is a religion of God which has a book called al-Quran in its teaching or
discussing the procedures for performing good worship and according to the
Shari'ah of religion, as well as halal and illegitimate goods and the history
of the development of Islam from beginning to end. in the Qur'an there is a
historical word that discusses history about culture in society.
there
are 4 kinds of sources of knowledge in Islam, namely:
first:
sense of hearing.
second:
reason or reason or thought used in the process of seeking knowledge.
third:
understanding without heart reasoning or inspiration.
fourth:
information that is truly real.
the
source of inner knowledge related to the heart and soul of a person in giving
something knowledge the reason why Islamic studies are obliged to do a search
among them: 1). we are currently in the middle of a rational century. with
advances in science and technology science has created a rational civilization.
2). in Islam today must be involved in the global community.
pluarlism
has the following characteristics:
1).
fundamental reality is plural, divided as dualism and monism
2). there are many stages in the universe that stand alone and independently.
3). the
universe basically has no unity.
Keywords : Characteristic feature of pluralism,
understanding of islam, Historical.
A.
Pendahuluan
Membicarakan
dan memikirkan tentang Negara yang semakin maju dari waktu ke waktu dan tidak
hanya para filosof , tapi juga para politisi dll, sehingga menjadi hal biasa
bila didalam definisi yang beragam pun terlihat. Menurut J.H Rapat berpendapat
bahwa suatu bangsa memiliki hampir banyak para pemikirnya.[1]
Konsep dan pendapat bahwa Negara terus maju sampai muncul konsep “Negara
bangsa” dalam perkumpulan Westphalia tahun 1468, dan menghasilkan unsur unsure
sebagai berikut :
a)
Memiliki penduduk yang permanen dan terorganisasi
b)
Menempati wilayah
c)
Ada pemerintahan
d)
Mempunyai ikatan dengan Negara lain.
Penjelasan diatas dapat di
simpulkan bahwa Negara memiliki 2 makna, yaitu Negara dalam arti luas dan arti
sempit.[2]
Makna Negara dalam arti luas yaitu kumpulan manusia yang begitu besar dan
mempunyai pemerintahan yang baik. Sedangkan dalam arti sempit yaitu suatu
bentuk Negara bangsa yang
diusulkan dalam perkumpulan Westphalia
di atas.
Dikatakan negara yang multikultural,
Indonesia harus antisipasi dan respons terhadap fenomena keanekaragaman kebudayaan
dengan sikap baik dan bijak.[3] Perbedaan yang telah
menimbulkan sisi negatif berupa masalah yang menimpa Negara Indonesia, dengan
awal kesalahan yaitu keanekaragaman dan pembeda dalam masyarakat. Seorang
peletak dasar pragmatisme, Peirce mengatakan bahwa untuk memastikan arti apakah
yang terkandung oleh sebuah konsepsi akali, maka kita harus melihat hukuman-hukuman
kecil apakah yang akan ada dari kebenaran konsepsi tersebut.[4] Jika
tidak menimbulkan hukuman-hukuman yang kecil, maka sudah pasti tidak ada arti
yang dikandungnya, dapat disimpulkan dalam semboyannya: apa yang bukan
mengakibatkan perbedaan tidak mengandung arti. Arti yang terkandung sebuah
pernyataan terdapat didalam hukuman yang muncul dari pertanyaan yang dianggap
benar.
Berbicara
tentang pembelajaran Islam wajib
melakukan dengan jalan research dan bukan hanya dengan hafalan/ tekstual, berikut
adalah alasan kenapa pembelajaran islam wajib melakukan jalan research
diantaranya : 1) saat ini individu berada ditengah abad rasional. Dengan
perkembangan ilmu umum dan ilmu terapan telah menciptakan peradaban rasional,
2) Dalam islam sekarang ini harus terlibat dalam komunitas global.
B.
Metode
Penelitian
Metode penelitian menggunakan metode
pendekatan pembelajaran pustaka dan metode referensi serta membutuhkan wawasan
yang begitu luas. Pembelajaran pustaka yaitu sebuah metode pengumpulan
informasi dan data yang diperlukan dengan bantuan sumber pustaka seperti buku,
dokumen, artikel, jurnal, catatan yang telah menjadi sejarah. Referensi adalah
kumpulan berbagai materi untuk mendapatkan informasi dan bermanfaat untuk orang
yang sedang mengerjakan tugas. Referensi banyak dipergunakan untuk kepentingan
observasi atau penulisan sebuah artikel. Hasil penelitian atau pengamatan
berupa data kualitatif. Observasi kualitatif merupakan penelitian atau
pengamatan yang berhasil menciptakan prosedur pengamatan yang berupa kata kata
atau tidak menggunakan angka. Cara-cara untuk mendapat pengetahuan melalui
pemikiran para ulama, ilmuan, seseorang ahli filosofi muslim dan para ahli
tasawuf. Ada banyak sekali metode yang beliau pakai dalam penelitian, yang
memiliki tujuan untuk disebar luaskan dengan Cuma cuma dalam keseharian
masyarakat.[5]
C.
Problematika
Pasang
surut jaman dahulu perdaban dan kebudayaan telah dirasakan islam, berbeda
cerita dengan dunia barat, di barat mengalami kemajuan yang begitu pesat di
segala bidang contoh : ilmu pengetahuan maupun teknologi. Sedangkan saat islam
mengalami kemajuan, barat sedang mengalami kesulitan.[6] Perkembangan
pengetahuan islam di bagian barat tercipta akibat adanya jalinan antar umat
muslim. Dalam sejarahnya, Negara bagian barat rata rata penduduknya menganut
agama kristen. Sehingga penting untuk kaum muslim yang berada disana yang mayoritas
oleh non muslim harus senantiasa menjaga ketentraman dalam bergaul.[7]
Tingkah
laku yang amerika tidak suka cukup tinggi terhadap islam. Rasa benci muncul
seperti perjalanan sejarah yang cukup lama sekali dan sudah menjadi hal biasa untuk umat islam.
1.
Pembahasan
islam normatif
Abudin nata berpendapat tentang pendekatan
normatif yaitu adalah upaya mengenali
bagaimana Islam dan menilai dari sudut
ajarannya yang paling utama dan ajaran nya langsung dari sang pencipta yang
didalam nya masih asli dan belum ada penalaran manusia. [8]
Pendekatan normatif berupaya mengetahui
agama dengan memakai bagian dasar ilmu keagamaan yang berlandaskan dari suatu
kepercayaan bahwa agama disebut sebagai yang benar dalam ajaran nya dibanding
dengan yang lainnya, tidak ada kecacatan apa pun dan terlihat lebih ideal. Pendekatan
normative ialah pembelajaran islam yang melihat masalah dari segi resmi dan
atau normative nya. Maksud dari resmi adalah kaitannya dengan, boleh atau tidak.
Sementara normative adalah semua pembelajaran
yang terkandung dalam nash.[9]
Dudung abdurahman berpendapat bahwa
islam adalah nama untuk suatu agama, setiap agama pasti memiliki nama berbeda,
contoh: Kristen, hindu dan konfusianisme yang ditujukan kepada pembawa ajaran
agama nya.[10]
Selain itu berdasarkan ajaran agama islam, tujuan hidup setiap manusia bukan
hanya untuk mencari harta benda, melainkan mencari keselamatan akhirat. Ada
pendapat lain dalam islam, yang bermaksud mempasrahkan diri dalam ketaatan
sepenuhnya kepada Allah SWT untuk mrnjadi kepribadian yang baik, soleh dan
solehah, bersih dari dosa, dll. Jadi seorang muslim harus selalu berhubungan
dengan-Nya dalam ketaatan, kepatuhan , dilain halnya hubungan secara baik antar
manusia. Pada hakikatnya islam mempunyai konsep tersendiri tentang bentuk
Negara dengan pembatasan tertentu (territorial nations state) jadi wilayah
islam tidak mengerti perbatasan Negara, contoh nations state.[11]
Secara singkat dapat diketahui
jawabannya bahwa dari nilai normative nya yang dimana terdapat didalam
al-Qur’an dan hadist, jadi islam
dikategorikan paling utama adalah agama yang tidak mengikuti paradigma
ilmu-ilmu pengetahuan yaitu paradigm analitis, kritis, metode, sejarah, dan
pengalaman. Islam memiliki sifat memihak, harmonis, apologis, dan subyektif. [12]
Pendekatan kajian teologis, yang berasal dari kebiasaan atau tradisi dalam
kajian tentang agama Kristen di Negara eropa, memberikan pemahaman normative
tentang sejarah agama. Jadi, suatu pemikiran dapat dilihat dari manfaatnya dan
keguna untuk seseorang. Dengan kejadian pembatasan pada agama kepada masyarakat
yang berada pada Negara barat, disinilah para pemikir agama mulai meninggalkan.[13] Mengerti
islam hanya sebagai “agama” (normative) secara tidak langsung, kenyataannya
malah menjadikan islam sebagai doktrin-normatif yang sempit atau kecil. Islam
lebih utama kaku dan tidak bisa bergabung dalam dimensinya sehingga tidak bisa
memberikan jalan keluar atas setiap masalah yang ada dalam masyarakat. Islam
yang seprti ini tentu tidak sejalur dengan pembelajaran yang ada dalam islam
itu sendiri. Nilai yang terkandung didalam akan hilang dan berganti menjadi
sumber masalah akan lebih mudah terjadi perpecahan ditengah keanekaragaman
masyarakat modern.
Semua pendekatan yang di pakai oleh
ahli usul fiqh, ahli hukum islam, ahli tafsir yang terus mencari aspek resmi
dan ajaran islam dari asalnya adalah pendekatan normative.[14] Berlandaskan
dari penelitian pendekatan normative tersebut, maka dapat dibayangkan bahwa
pendekatan normative dalah sebuah cara memahami islam dengan menekan pada
kepercayaan terhadap kebenara yang tetap terhadap agama. Agama tampil unggul
dalam menyelesaikan berbagai kompleksitas masalah yang muncul di sekitar
masyarakat dengan kelompok yang Nampak menjadi rujukan. Sependapat dengan yang
di kemukakan oleh amin Abdullah, mukti ali juga berpendapat yaitu memahami
agama dengan pendekatan normative tidak
menimpulkan, karena pendekatan dari agama ke suatu konflik bersifat normative,
dilihat dari segi doktrin agama.[15]
Tetapi dalam hal kemajuan pemahaman ajaran ajaran agama dapat dilihat gejala
kemandekannya. Dilakukan secara langsung tentang agama dari berbagai pendapat
pemikiran yang lebih banyak motivas dan kepentingan suatu agama atau kumpulan
tertentu. Dan dapat dilihat islam atau gama yang lain lebih memiliki sifat
normative, yaitu berasal pada tulisan yang sudah ada didalam kitab suci agama
yang bercorak literal, tekstual, dan mutlak. Jadi antara aliran yang satu degan
aliran yang lainnya akan mengalami “fanatisme” bahwa pemikiran nya merupakan
pemikiran yang benar jadi pemikiran yang lain salah. Lebih bahayanya jika
pemikiran itu disebut sebagai sesat, murtad, kafir, dst. Dengan munculnya
pemikiran diatas dapat berimbas dengan pembalasan yang sama. Para masyarakat
yang berpendidikan mengemukakan pendapat mereka bahwasannya islam normatif
merupakan syari’ah. Dengan demikian, tidak dapat disalahkan lagi bahwa syari’ah
hanya bentuk status, baik dari konsep maupun isinya.
Pendapat Adams, pendekatan mempertahankan
suatu ajaran yang memberikan saran yang baik dan berarti terhadap kaum agama Islam
dalam banyak hal. Bantuan yang perlu dapat mewujudkan pemuda Islam memiliki
percaya diri dengan nama baik islam dan senang terhadap warisan klasik. Kaitan
nya sengan pendekatan studi Islam, pendekatan apologetik berusaha
menampilkan Islam dalam rupa yang baik.
tetapi, pendekatan ini terkadang mengalami penurunan dalam konflik yang menghapuskan unsure ilmu pengetahuan
sama sekali. Secara pola pikir, pendekatan apologetik dapat diartikan tiga. Pertama, cara yang untuk mempertahankan dan membenarkan kedudukan
ajaran melawan para teror. Kedua, dalam teologi, usaha membetulkan secara
pemikiran yang nalar berasal dari tuhan dan bertaqwa. Ketiga, mempertahankan suatu ajaran yang
memiliki arti sebagai salah satu pembagian wacana secara nalar pikiran yang
menahan dan membenarkan pokok ajaran dengan perkataan yang dapat dimengerti.[16]
Ada yang mengatakan bahwa mempertahankan suatu ajaran mempunyai kelemahan bagian dalam. Karena, dalam satu pihak, apologetik selalu
fokus dengan rasio, sementara dengan pihak lain, dapat dikatakan pokok ajaran agama tidak dapat ditangkap oleh
pemikiran yang nalar. Dengan maksud lain mempertahankan suatu ajaran, berpikir
dengan logis dalam bentuk, tidak berdasarkan penalaran dalam isi.
A.
Pengertian
Pluralisme
Pluarlisme memiliki ciri ciri berikut ini:
1) Kenyataan
fundamental bersifat jamak yang dibagi seperti dualisme dan monism.
2) Terdapat
banyak proses dalam dalam dunia ini yang secara mandiri atau independen.
3) Dalam
dunia pada awalnya belum membangun kesatuan.[17]
Pluralisme terdapat dalam
berbagai sesuatu yang unik dan berbeda, yaitu; agama, kebenaran, kebudayaan,
ilmu, ras dst. Tidak ada kenyataan tunggal yang mengatasi kenyataan lainnya.
Pluralisme ini dapat ditemukan di mana pun. Maka keanekaragaman bukan merupakan
keunikan masyarakat atau bangsa tertentu. Dengan kenyataannya, tidak aka nada
manusia yang berdiri sendiri pasti manusia membutuhkan manusia lain untuk
bersosialisasi dengan nya, hanya sebagian kecil saja tidak harus ada unsur beda
di dalamnya. Pengertian
pluralisme bukan hanya terpaku pada realitas adanya keanekaragaman, namun lebih
detail adalah bercampur aktif terhadap keanekaragaman tersebut. Seorang pluralis
adalah orang yang dapat bersosialisasi secara baik dalam lingkungan
keanekaragaman. Maka tingkah laku yang harus diterapkan bukan buruk sangka,
tapi adalah baik sangka. Jadi dengan demikian, maka pengetahuan pluralisme
bukan saja adanya pengakuan ketenaran, tapi lebih dari itu adalah terlibat
dalam usaha memahami perbedaan tersebut. Seorang pluralis mesti memiliki
pemikiran bahwa setiap kelompok manusia dengan identitasnya sendiri yang
dimiliki dan melekat padanya berhak untuk tenar dan menjalani hidup sesuai
dengan kepercayaan dan identitasnya tersebut.[18]
Gagal dalam memahami pluralisme
ini baik dalam intra maupun antar umat beragama dilihat oleh Hassan Hanafi
sebagai gagal manusia dalam kemanusiaannya. Karena, akibat yang dapat
ditimbulkan dari tidak ada kesadaran adalah terjadinya konflik kemanusiaan.
Kejadian ini pernah terjadi dalam intern agama sendiri. Kematian al-Hallaj dan
al-Hamadani dalam Islam, masalah menjadi rumit antara Katolik dan protestan
serta berbagai kepercayaan setiap orang lain yang ada dalam satu agama contoh
dari hilangnya kesadaran niscayanya keanekaragaman tersebut.
Pluralisme juga bukan berarti
aliran atau paham, yakni menambahkan serta mengambil unsur-unsur sebagian dan dijadikan
sebagai bagian keseluruhan dari unik dan berbeda. Mengambil ajaran yang diluar
untuk dijadikan bagian-bagian poisitif entitas lain untuk memperkaya entitasnya
adalah baik selagi tidak merubahnya. Hans Kung mengemukakan pendapatnya sebagai
yang telah dikutip sunardi melihat ada empat kemandirian:
1). Tidak ada agama yang benar
atau semua agama, pernyataan berikut adalah pernyataan yang salah karena setiap
manusia atau orang diharuskan memiliki kepercayaan atau memiliki agama. Sebab,
didalam Negara Indonesia lebih tepatnya di dalam pancasila dalam sila pertama
yaitu, ketuhanan yang maha Esa, diwajibkan setiap orang yang berwarganegara
Indonesia harus memiliki agama bukan hanya di Negara indonesia namun dinegara
Negara lain.
2). Menurut pendapatnya hanya ada agama yang benar
benar dan hanya ada ajaran yang benar, pernyataan berikut bermaksud bahwa hanya
ada satu agama yang bisa menjamin kaum nya selamat atau mendapat jalan yang benar
dan menganggap agama lain itu palsu tidak dapat menjamin kaum nya selamat, lain
halnya sudah dijelaskan bahwa setiap individu pasti memiliki agama dan
kepercayaan sendiri sendiri dengan mempertahankan pendapat sendiri sendiri maka
itulah yang menimpulkan konflik antar agama karena apa setiap individu memiliki
sifat kaku,. Hanya akan mempertahankan pendapatnya sendiri tidak mendapatkan toleransi.
Sebab pandangan seperti ini menjadikan para pemeluk agama cenderung memiliki
sifat sombong teotologi yang berakhir dengan penghambatan dalam bersosialisasi
antara beda keyakinan.
3). Semua agama adalah benar, Pendapat ini
bermakna bahwa semua agama yang ada didalam suatu agama itu memiliki ajaran
yang benar, didalam pendapat ini seseorang dapat saling menghargai seseorang
yang memiliki keyakinan yang berbeda beda. Jika semua orang berpendapat seperti
ini pasti tidak akan ada konflik yang bisa menyebabkan hancurnya rasa
sosialisasi antar umat beragama, akan tercipta kedamaian dan ketentraman.
4). Hanya ada satu agama yang benar dan lain nya
hanya mengambil kebenaran dari agama agama lain.[19]
Empat pandangan diatas terlihat
sangat dilematis dan dapat menimbulkan konflik yang begitu besar antar umat
beragama dan akan mengalami perpecahan yang akan berpengaruh pada perkembangan
suatu Negara. Setiap orang harus memiliki keyakinan apa yang telah dianutnya. Dengan
demikian, seorang mampu menghormati dan bertoleransi dengan pemeluk agama lain,
sehingga dengan adanya toleransi dan sosialisasi yang baik, tidak akan ada
masalah yang menyebabkan keributan antara beda keyakinan. Terjatuhnya negara
Indonesia dalam menyelesikan masalah yang terkait dengan agama karena
disebabkan oleh berbagai hal,:
pertama: Lebih
menekankan terhadap terbukanya peluang besar agama yang dapat dimanipulasi oleh
pemimpin agama. Masyarakat Indonesia yang memiliki kepemimpinan yang memimpin
masyarakat gampang sekali dimanfaatkan oleh pemimpin agama dengan cara menipu
dan menyalahgunkan doktrin agama.
Kedua: Hal yang
sering muncul adalah dengan adanya kesenjangan antara teori dan prakte. Teori
dan pendapat ilmiah masih hanya di biarkan saja, dan diabaikan bagaikan hal
yang tidak berguna dan tetap tidak efektif. Terkadang ada pertemuan dan hanya
diikuti oleh beberapa orang elit saja tidak melainkan masyarakat yang bernilai
ekonomi rendah sering juga terjadi jika pertemuan tersebut memang hanya di peruntukkan
untuk orang elit saja, padahal konflik sering terjadi di lapisan bawah masyarakat.
Ketiga: Pada
lapisan masyarakat banyak sekali yang tidak melakukan kritik pada diri sendiri
atau sering disebut otoritik. Masyarakat lebih cenderung mengkritik orang lain
bukan mengkritik diri sendiri, agar tidak terjadi konflik masyarakat seharus
nya memiliki sifat mawas diri atau tidak sering menuduh orang lain.
Empat: Adanya
wacana yang sering muncul di kalangan masyarakat dengan proses pengkonversian
yang dilakukan secara tidak etis. Memang setiap orang didalam agamanya
diajarkan untuk selalu mengajak sesame manusia untuk ikut memeluk agama yang ia
anut, namun cara mengajak nya dengan cara yang seimbang atau dengan cara yang
baik. Jika menggunakan cara yang salah, maka dalam proses nya terkadang
mengalami kegagalan.
Lima: Adanya
tingkah laku yang tidak seimbang antara kaum pemeluk agama. Masing masing kaum
pemeluk agama sering mempertahankan pikirannya tentang ajaran yang ada di dalam
agamanya paling benar dan masing masing pemeluk agama merasa mereka memiliki
tingkatan yang tinggi dan merasa bahwa mereka yang paling diuntungkan.[20]
B.
Motif
pembelajaran islam di perguruan tinggi islam
Perguruan tinggi islam adalah sarana pengembangan
ilmu tentang agama dan sebagai tempat menambah ilmu agama dan ilmu umum lainnya.
Pada
perkembangan perguruan tinggi islam diharapkan dapat menghasilkan sarjana dan
pasca sarjana yang responsip dan dapat membawa perubahan baik bagi Negara
Indonesia. Menurut azyumardi azra, berpendapat bahwa ada 2 tantangan yang harus
di lalui oleh mahasiswa perguruan tinggi islam, yaitu:
1).
Harapan social
2).
Harapan akademis[21]
Didalam perguruan tinggi islam bukan
hanya mempelajari ilmu agama tetapi juga mempelajari ilmu umum atau ilmu
modern. Motif pemikiran tentang pembelajaran islam di perguruan tinggi islam
antara lain:
1).
Banyak kajian keislaman yang sekarang ini sudak tidak terikat dan atau lebih
mendalam pada mazhab tertentu saja.
2).
Memiliki corak majelis, didalam corak majelis ini lebih mengutamakan kesamaa
dan keseimbangan.
3).
Bercorak kekampusan, didalam pergaulan kampus lebih diutamakan terhadap kemandirian,
jadi mahasiswa bebas mengemukakan pendapatnya secara luas.
4). Pembelajaran dalam kampus bukan hanya
berpatokan dengan ajaran islam saja melainkan juga mempelajari ilmu social,
ilmu alam, ilmu umum.[22]
Secara umum, kumpulan aliran radikalisme memiliki
kebiasaan sifat ideologis dan tektualis dalam mempelajari islam Islam,
seseorang yang Khaled Abou El-Fadl termasuk kelompok salafi, mereka bukan
berasal dari sekelompok aliran yang berstuktur dan tidak memiliki orientasi, salafi
memiliki cirri khas seperti tekstualis-literalis. Dalam mazhab fikih, juga terkenal
tekstualis-literalis, terkadang semua mazhab yang ada juga bersifat
tekstulis-literalis.,jadi dapat disimpulkan bahwa ciri khas dari kelompok
salafi adalah berbicara kebenaran yang dianggap menjadi monopoli, suka
memaksakan keinginan yang seringkali sampai membuat ancaman yang berbahaya dan menyamakan antara permasalahan.[23]
Pelajaran islam yang menjelaskan lalu
didominasi oleh seorang orientalis dengan menjelaskan pendekatan hukum dari
berbagai sikap disiplin dalam tradisi pembelajaran Barat. Tujuannya untuk
membangun dan mengembangkan bahasa dan peradaban baik di Asia ataupun di
Afrika, yang terpenting berhubungan antara penyebaran dan pengaruhnya.
Kebiasaan dari ilmu bahasa mulai disebarkan melalui kerja aktif karena dianggap
sebagai pengumpulan data yang begitu penting, penjelasan tadi merupakan ilmu
kebudayaan manusia.[24]
Proses normatif dapat menggunakan cara dalam bentuk
penyebaran secara sederhana, mempertahankan suatu ajaran, ataupun proses
simpatik. Proses normatif dan proses deskriptif dengan berbagai macam dapat
digunakan dalam mempelajari Islam yang mempunyai sebelas subjek bahan,yaitu:
(1) Arabia pra-islam
(2) Pelajaran tentang nabi
(3) Pelajaran Al-Quran
(4) Tradisi kenabian
(5) kalam
(6) Hukum islam
(7) falsafah
(8) tasawuf
(9) sekte-sekte islami
(10)
ibadah dan kehidupan bhakti
(11) agama
popular.[25]
Proses Misionaris sederhana, proses ini ada dan
untuk digunakan abad ke-19 pada saat semangat kebiasaan misionaris di tengah
tengan gereja dan seseorang yang mempercayai Kristen dalam acara menangkap
permajuan pengaruh politik, ekonomi dan militer negara Eropa di bagian Asia dan
Afrika. Seorang misionaris tertarik dan ingin mengetahui serta mengkaji Islam
dengan keinginan mengajak agama lain untuk masuk keagama kristen. Cara yang
digunakan adalah membandingkan antara kepercayaan Islam dengan kepercayaan
agama Kristen yang selalu merendahkan Islam. Agama Islam mebawa suatu system
yang meluas dan kompleks yang menjadikan manusia baik dan mengajarkan kebaikan
dll. Agama islam dibutuh kan untuk memenuhi kebutuhan religius, manusia
membutuhkan pengetahuan tentang kehidupan sehari hari contohnya seperti
tatacara makan, minum, cara berpakaian, bertingkahlaku, berinteraksi, serta
makanan yang diperbolehkan atau tidak yang sering disebut halal dan haram.
Dalam kehidupan sehari hari manusia melalukan hubungan social di masyarakat
guna untuk berinteraksi dan mendapatkan informasi yang penting yang berguna
untuk perkembangan hidupnya.[26]
Menurut cerita dahulu agama islam hanya memiliki
landasan yaitu akidah, dan akidah inilah yang menjadi asasnya. Pengertian
menurut syar’i akidah dalam islam tidak boleh hilang dan harus selalu ada
walaupun dengan keadaan apapun dan tidak boleh lepas dari suatu Negara. Jaman
dahulu dari kedatangan Rasulullah SAW, mulai membangun pemerintahan di madinah
dan membentuk pemimpin pemimpin yang akan membangun pemerintahan di madinah,
beliau mulai membangun kekuasaan di madinah. Berasaskan akidah islam sekarang
mulai dari ayat perundang undangan sudah mulai tidak ada atau mulai mengalami
penurunan. Realitas bahwa islam memiliki pemerintahan dan kekuasaan yang bisa
menjamin masyarakatnya hidup tenang, damai ,dan tentram serta dijamin atas
sosial nya. Islam telah membuktikan bahwa setiap Negara tidak akan menjalankan
pemerintahan nya dengan lancer tanpa ada hambatan, melainkan, dengan system
islam. Dimana Islam tidak akan pernah muncul kecuali jika Islam tersebut hidup
dalam sebuah negara yang menerapkan hukum-hukumnya.
Ilmu dalam pembahasan islam dapat dipahami bahwa
suatu gambaran yang menjawab suatu pertanyaan yang mendasar, berikut ini
merupakan tiga unsure pokok yang tidak dapat dipisahkan antara satu sama lain,
yakni:
1). Objek
yang dapat dijadikan pengamatan atau penelitian, melalui alat indera
2). Cara
menemukan wawasan
3).
Kegunaan ilmu pengetahuanbagi kehidupan manusia
Dalam
islam, aktifitas dan praktik yang memiliki nilai positif tau baik itu sangat
penting dan jangan sampai hanya menjadi wacana saja. Melainkan dapat berarti
untuk lingkungan masyarakat.[27]
2.
Islam
Normatif
Pluralisme
yang fungsinya sebagai kepastian, yang dapat menjadikan kesadaran yang historis
dan dapat merubah paradigm lama yang bersifat monolitik didalam beberapa nama
agama. Social dan politic, ketika masyarakat bertama indahnya kebersamaan meski dalam perbedaan. Namun, pada saat ini
mulai pudar rasa kebersamaan antara masyarakat atau manusia, dengan kemunculan
peristiwa ini banyak sekali kemunculan konflik yang begitu besar, jadi dijaman sekarang banyak
sekali ancaman kematian.[28]
Dengan
tidak adanya kesadaran akan kebersamaan
disitulah ulah manusia yang berakibat fatal dan berimbas kepada mereka
sendiri, jadi setiap tingkah laku yang tidak difikirkan matang matang dan hanya
mempertahankan ego sendiri tidak bisa menerima pendapat orang lain, tidak dapat
bertoleransi maka inilah yang dapat tercipta, bukan nya mendapat ketentraman,
kedamaian, malah keributan dan rasa was was yang selalu menyelimuti hati
manusia. Kaum muslimin menginginkan kebangkitan, kedamaian, dan kejayaan serta
menjalani hidup dengan rasa keimanan, dan ketaqwaan terhadap Allah SWT. Para
manusia dulu harus kembali dengan sumber sumber agama yang selalu mencari
jawaban disetiap masalah yang ada di dalam hidupnya. Inilah perbedaan antara
pemikiran islam dan pemikiran barat, pemikiran islam yaitu pemikiran yang
berlandaskan pada wahyu ilahi, berbeda dengan pemikiran barat yaitu pemikiran
yang diciptakan untuk kebutuhan masyarakat. Maka, terbukti bahwa pemikiran
kedua nya memiliki pengertian yang begiyu jauh.[29]
Oleh
Karen itu, sistem pemerintahan islam adalah sebuah sistem pemerintahan yang
beda dengan yang lain, dilihat dari asas yang terdapat pada sistem pemerintahan
islam. Islam memiliki asas dengan tujuan untuk
dipergunakan sebagai layanan kepentingan masyarakat yang membutuhkan. Dalam
historis, islam dikenal dengan peradaban yang berkaitan dengan peradaban agama
lain. Nabi Muhammad saw sebagai nabi yang dipercaya Allah SWT menyampaikan atau
meluruskan jika ada manusia yang menempuh jalan yang salah, dengan mengajarkan ajaran
allah atau perkataan allah dalam kitab Al-Qur’an, beliau waktu itu sedang
dihadapkan oleh orang arab jahiliyah yang memiliki pemahaman berbeda dengn
beliau, tugas beliau adalah memberi wawasan yang bertujuan untuk mengajak masuk
ke agama islam. Salah satu tahab awal yang dimulai beliau yaitu dengan menjalin
hubungan baik diantara mereka, walaupun sering terjadi masalah atau hambatan
terhadap orang arab jahiliyah. Namun dengan cara seperti itu beliau dapat
dicapai sebagai jalan terakhir setelah berbagai jalan kedamaian ditempuh.[30]
jadi,
ingat agama islam tidak pernh mengajarkan tentang permusuhan, pengeboman,
pelecehan, antar masyarakat. Bahwasanya islam mengajarkan manusia untuk selalu
menjalin hubungan baik antar individu dan agar dapat membangun peradaban
manusia yang lebih maju.
A.
Islam
dan Politik Wanita
Pada
sejarah islam dahulu wanita sudah memiliki hak untuk merdeka dan sudah mulai
memiliki rasa senang, bangga, percaya diri yang begitu kuat. Tidak lama
kemudian terjadi konflik atau masalah yang timbul, seperti perkembangan yang
semakin cepat sehingga dapat mencapai kerajaan yang memiliki corak misoginis.
Selain itu, mulai dari fiqh, kitab-kitab, hadis, tafsir sudah mulai mengalami
pengaruh budaya atau kebiasaan lokal yang dapat terjadi secara langsung atau
tidak langsung, dari peristiwa tersebut berimbas pada hak atau gerak kaum
perempuan.
Contoh
seperti dalam Al-thabari menceritakan tentang kaum perempuan yang ada dimadinah
mereka meminta diwujudkan peraturan baru yaitu peraturan atau hokum tentang
pembagian warisan. Konflik antara laki laki dan perempuan sering terjadi yang
ditimbulkan akibat warisan, dengan dasar itu terkadang konflik laki laki dan
perempuan dapat memecah belah satu sama lain.[31]
Politik memiliki peran penting yang begitu berkaitan dengan seorang perempuan
biasanya perempuan dimainkan pada masa awal. Contohnya seperti jika ada perang,
para wanita memiliki peran untuk menolong, membantu menyembuhkan luka, dan
membuat obat.
B.
Kosmopolitanisme
di dalam Islam Historis
Kosmopolitanisme
adalah jaran atau ilmu yang meneliti bahwa manusia menusia berasal dari suatu
kelompo atau komunitas, tanpa batas batas kebangsaan, Nurcholis madjid berpendapat
bahwa kosmopolitanisme memiliki makna didalam islam, pandangan tentang
persatuan kenabian, serta konsistensi kebudayaan dengan teman islam dengan
prinsip kesatuan. kosmpolitanisme juga mendapatkan pengesahan kitab suci dengan
pengesahan berdasarkan konsep[32]. Islam
adalah agama allah yang yang memiliki kitab bernama Al-Quran yang didalam nya
mengajaran membahas tentang tatacara pelaksanaan beribadah yang baik yang
menurut syari’at agama, serta halal dan haram suatu barang, dan sejarah atau
cerita. Didalam kitab Al-Qur’an ada suatu kata historis atau mengenai tentang
sejarah telah dijelaskan di dalam kitab, telah dijelaskan bahwa didalamnya
membahas salah satu kebudayaan masyarakat.[33]
Ada salah satu contoh tentang sejarah islam dan sejarah dunia barat, sejarah
islam waktu jaman dahulu melewati masa pahit yang begitu panjang dan butuh
perjuangan yang begitu berat ketika islam mengalami pasang surut disitulah
dunia barat mengalami kemajuan yang begitu pesat mulai dari sejarah nya ataupun
kebuudayaan nya. Dan sebaliknya jika islam mengalami kemajuan yang begitu cepat
dan pada saat itulah dunia barat mengalami keterpurukan atau sedang dalam
kondisi dibawah, dan pada saat itu dunia barat sedang menaruh kebencian yang
begitu besar terhadap kaum islam, kebencian nya yaitu disebabkan dari perang
salib.
Pembelajaran
islam dalam survey historis, kajian islam dalam kebiasaan dunia barat itu sudah
menjadi hal biasa atau sudah menjadi perkara lama, kebiasaan islam dalam barat
itu sudah mendalam, atau sudah menjadi akar yang sangat dalam, dengan timbulnya
kajian islam akibat dari adanya alasan teologis yang mempertahankan ajaran
Kristen, daripada ajaran islam. Kajian dari keislaman yang mengciptakan hasil
untuk mendorong atau mengefektifkan tugas penyebaran agama Kristen yang akan
disebarkan kewilayah wilayah tertentu. Sebelum menjadi lapangan pemikiran
dahulu keislaman memiliki kajian yang bersifat kepolitikan yang berusaha untuk
mempertahankan dan mempersatukan dunia barat atas wilayah islam. Akibat dari
peristiwa itu pelajaran islam memiliki dua alasan yakni:
1).
Ada dalam konteks politik
2).
Ada dalam konteks misionaris
Dari
dua alasan diatas memiliki makna yaitu pelajaran islam yang memiliki sifat
politik pemerintahan colonial yang memiliki tujuan untuk mempertahankan atau
untuk memperkembangkan agama Kristen.[34] Seorang ahli islam dari belanda yang bernama
C. Snouck Hurgronje yang berperan sebagai penasihat politik pemerintahan yang
melemahkan daerah jajahannya. Ada 3 tahab an perkembangan dan pertumbuhan yang
dipelajari dari islam ala barat:
Pertama,
tahab an teologis yaitu kedatangan atau mendapat respon dari agama lain.
Kedua,
tahab
an politis yang terjadi ketika perang salib, perang salib yaitu serangkaian
perang yang berlangsung di asia yang mana bangsa eropa terlibat dalam
propaganda perang ekspedisi keagamaan, perang salib merupakan kesatuan atau
perkumpulan militer Kristen dari seluruh eropa barat dan tidak dibawah kuasa
komando tunggal.
Ketiga,
tahab
an saintis Kristen mulai mengalami perubahan ditandai dengan perhatian mereka
terhadap karya karya saintis.
Pendekatan ilmu kebudayaan dan sejarah dianggap
sangat efektif dalam pelajaran islam. Kurang lebih 100 tahun yang lalu sarjana
menyiapkan diri dengan bekal bahasa orang Islam dan memperoleh pelajaran dalam
bidang cara ilmu kebudayaan untuklebih mengerti apa saja bahan-bahan pemahaman
yang menjadi bagian dari keanekaragaman Islam. hasil dari bidang ilmu
kebudayaan seperti merupakan kesamaan dari pendekatan yang sama dalam kajian
perbandingan bahasa atau belajar tambahan.status bahasa arab yaitu bahasa semit.
Bahasa semit adalah bahasa yang berasal dari ibrani alkitab yang memiliki makna
kumpulan bahasa yang ada di timur tengah[35]. Cara
mempelajari ilmu kebudayaan dan masa lalu akan tetap berkaitan untuk pelajaran
Islam, baik untuk yang lalu, sekarang dan yang akan datang. Pendekatan ilmu
perilaku pada waktu yang sama terhadap Islam tetap mempunyai peran penting
dalam mendirikan rasa tahu tentang Islam sebagai sebuahagama yang hidup. Yang
telah dikatakan Adams adalah ilmu kebudayaan merupakan kata terpenting untuk menjalankan
penelitian tentang praktek nyata dan dengan organisasi Islam di masa sejarah.
cara pendekatan ilmu perilaku digunakan apabila pantas digunakan tetapi tidak
harus menolak kebiasaan penelitian ilmu kebudayaan. Sumber-sumber ilmu dalam
islam ada empat , yaitu:
1). Panca
indera
2). Pikiran yang digunakan dalam mencari ilmu.
3). pemahaman
tanpa penalaran hati
4).
informasi yang benar benar fakta
sumber ilmu
bersifat batin yang berkaitan dengan hati dan jiwa seseorang dalam memberikan
sesuatu pengetahuan. [36]
Dalam hal inilah, perkembangan rasa
ingin untuk mendalami Islam lebih sebagai kebiasaan agama yang nyata, historis,
daripada kelompok ajaran yang terdapat dalam al-Qur’an dan Hadits serta kitab, mendapat yang tepat dan
kuat dalam perkembangan Islam yang perlu
di telaah di beberapa perguruan tinggi besar dan terkenal di Negara bagian
barat.[37] selanjutnya
dijelaskan lagi di amerikat oleh seseorang yang bernama D.B Macdonald dan
H.A.R. Gibb. Keduanya memperingatkan bahaya mempelajari hanya “Islam normatif”,
sebagaimana dibentuk oleh ahli agama, dengan menelantarkan Islam yang muncul di
sekitar masyarakat. Pada tahun 1950-an sejumlah universitas mulai memajukan
pusat pembelajara Islam, yang pada awalnya menerima berbagai kedisiplinan yang
berbeda beda, tetapi mendapat pendidikan khusus dalam bahasa-bahasa, kebudayaan
dan masyarakat islam di wilayah tertentu.
Selain itu, pemahaman islam di Negara
bagian timur tengah sangat fokus ke pendekatan normatif dan dasar terhadap
islam. Sumber di dalam islam bagian timur bertitik tolak dari penerimaan
terhadap islam sebagai agama ilham yang memiliki sifat tenang, Islam tidak
dijadikan hanya sebagai objek pembelajaran ilmiah yang secara bebas diluluhkan
pada prinsip-prinsip yang berlaku di dunia pendidikan, secara terhormat sesuai
dengan tempat sebagai kebenaran yang tepat.
Sikap
keilmuan yang telah dibentuk adalah janji dan penghargaan. Usaha-usaha
pembelajaran keilmuan diperuntukkan untuk mendalami pemahaman, memperdalam kepercayaan
dan menarik bagi kepentingan umat. Masa pembelajaran di Timur lebih mendalami pada
aspek ilmu tepat diiringi dengan kedekatan yang lebih normatif. Berkaitan pada
usaha untuk menjaga kebersamaan kebiasaan dan menjaga keseimbangan serta tradisi
bentuk pengertian, sampai batas-batas tertentu, menjadikan fokus untuk selalu
menghafalan daripada mengembangkan sikap kritis.
Dalam kebiasaan berpikiran Islam, ada
suatu urutan dan saling berikatan atau saling berhubungan berbagai disiplin
ilmu yang kemungkinan kesatuan nyata (satu) dalam keanekaragaman, tidak hanya
dalam wujud tingkah laku saja dan pengalaman soal keagamaan, tetapi butuh dalam
dunia pengetahuan. Didapatkan tingkatan dan ikatan yang pas dalam perilaku
ketaqwaan tepat waktu dalam berilmu merupakan keinginan atau kemauan oleh tokoh
berpikir maju tentang islam, banyak para ilmuan di antara mereka mengutarakan
keahlian berpikir pada masalah tentang ilmu. Subjek merupakan inti bagi sistem
pendidikan Islam untuk menghentikan para pengajar Muslim modern melepaskan
peralatan otomatis atas kehancuran dan kacauan yang ada dalam metode pendidikan
pada saat ini, dengan mengikuti yang salah terhadap contoh-contoh yang tetap
hidup dalam sistem mondok.
Pada masa modern studi tentang
teknologi ilmu alam yang melewati tahab sangat menyenangkan harus ditekuni
secara teliti, terutama untuk Islam. Semakin mendalam pembelajran islam, maka
semakin banyak muncul pemikir khususnya pada kelompok barat yang bersungguh
sungguh untuk lebih semangat dalam menekuninya. Hal ini di karenakan Islam
tidak lagi mengerti hanya sebatas pengalaman historis dan doktrin atau terbatas
pada hal-hal yang bersifat normatif, resmi dan simbolis.[38] Islam
pada prosesnya tidak hanya jumlah dalam
bentuk formal campuran tetapi Islam lebih menjadi sebuah pemikiran yang sangat
menarik dan penting. Jadi seseorang harus menomor satukan pendidikannya yang
dimiliki karna Islam menganut sistem budaya, perubahan, kumpulan politik dan
ekonomi. Secara keseluruhan merupakan bagian dari disahkan pertumbuhan dunia.
Sehingga untuk mempelajari dan melakukan beberapa pendekatan dalam Islam,
sebuah pembelajaran tidak akan mungkin hanya diamati dari satu aspek, namun
membutuhkan cara dan pendekatan yang dapat memecahkan masalah.
Pemikiran
pemikiran Islam yang bersifat normatif ke yang lebih historis, sosiologis, dan
empiris. Dalam hal ini contoh pendekatan dunia barat dengan islam mulai Nampak,
terutama memiliki sifat sejarah dan sosiologis.[39] Pendekatan
normatif dalam kehidupan nyata, karena itu, sering mengakibatkan mereka
terjebak dalam kesombongan yang tidak nyata. Kebalikannya, pendekatan historis dan
sosiologis menyadarkan para mahasiswa di lingkungan PTAI tentang kenyataan yang
dihadapi Islam dan kaum Muslimin dalam perkembangan dan perubahan masyarakat. Beda
hal nya dengan pembelajaran islam di bagian barat atau dipusat referensi islam
yang gelar pada perguruan tinggi yang terletak di bagian barat serta di
laksanakan oleh kaum ahli bahasa yang hanya mempelajari Islam sebagai salah
satu sumber ilmiah saja, dan tidak disertai keimanan dan pengamalan terhadap
kebenaran Islam itu sendiri. Islam dipelajari dan dimengerti dari
ketentuan normative terhadap sifat allah yang ada didalam Al-Quran, selanjutnya
dihubungkan dengan fakta sejarah, dan pengalaman. Dengan metode ini dapat
diketahui bahwa tingkatan kesesuaian antara islam yang berada pada posisi
normatif atas dasar sifat allah yang berada pada Al-Quran dengan pengetahuan
islam pada posisi sejarah, sifat, dan pengalaman.. cara diakonis atau cara
sosiologis historis yaitu suatu cara mendalami Islam yang didominasi aspek sejarah
atau cara pemahaman terhadap kepercayaan sejarah atau kronologi dengan
melihatnya sebagai suatu realita yang mempunyai kesatuan yang pasti dengan
waktu, tempat, kebudayaan, golongan dan lingkungan dimana kepercayaan sejarah
atau kronologi itu ada. Pendekatan Teologi Normatif dalam mengerti agama secara
huruf dapat dimaknai sebagai cara memahami agama dengan menggunakan ketuhanan
yang didasarkan dari suatu kepercayaan dalam wujud percobaan dari suatu agama
yang dipercayai sebagai yang paling benar dibandingkan dengan yang lainnya.[40]
Janji
Pendekatan nomatif-teologis menghasilkan seseorang yang memiliki janji tinggi
terhadap kepercayaan. Individu yang mempercayai suatu kebenaran akan yakin
berjuang mempertahankannya, serta siap menghadapi tantangan dari agama lain
yang mencoba melawan kebenaran yang telah diyakini secara tetap. Pendekatan pada sifat Allah ini berkaitan erat
dengan pendekatan normative, ialah suatu pendekatan yang merihat agama dari
posisi pengetahuannya yang utama berasal dari tuhan yang terdapat pada
penjelasan manusia. Dalam pendekatan pada sifat allah, agama dapat
dilihat sebagai suatu pedoman yang tetap dari tuhan tidak pernah ada kekurangan
dan terlihat sempurna. Dslsm ksitsnnys agama tampil sangat semangat dengan
perangkat cirinya yang khas. Untuk pengetahuan nya dapat diberikan contoh,
seperti berikut, secara normatif pasti benar, mengambil dari nilai ketuhanan.
Pendekatan
teologis normatif dalam mendalami agama secara bertanggung jawab dapat dimaknai
sebagai upaya mempelajari agama dengan menggunakan ilmu dalam ketuhanan yang
berdasarkan dai suatu keyakinan bahwa sikap wujud pengetahuan dari agama di
anggap sebagai ilmu yang paling benar jika disamakan dengan yang lainnya. Metode pengalaman atau empiris,
yaitu suatu metode yang dapat dimungkinkan umat Islam mendalami ajarannya
melalui proses nyata, dapat dipertanggung jawabkan dan sikap sempurna
norma-norma dalam kaidah Islam dengan suatu proses aplikasi yang menyebabkan
suatu hubungan sosial, kemudian penjelasam proses hubungan sosial ini dapat
dikatakan dalam suatu norma baru. Perjalanan sejarah kemanusiaan, pada awalnya tidak ada, kesadaran pluralisme
akan selalu memunculkan perlawanan pada sisi dan kejadian sangat panjang pada
sisi lain. karena, perlawanan pluralisme berarti lebih memajukan pendapat
kebenaran dan menympaikan dialog. Rasa ikut campur merupakan sikap aktif,
membantu tanpa batas dan berkurangnya ruang dunia serta perkembangan teknologi
komunikasi dan informasi serta transportasi atau kendaraan merupakan salah satu
alasan yang mendorong adanya rasa kesadaran pluralisme yang telah dibahas.
Karena itu, sekarang ini pluralisme sudah menjadi bahasa dunia atau
internasional, meski secara ringkasan dan praktek nyatanya masih harus selalu
diingatkan kembali. Kurang lengkap ketika membahas tentang agama jika tidak
menyebut nama pluralisme. dengan demikian, sebenarnya
pluralisme menjadi kerja social dan sikap dalam semua lapis hidup dan
pergaulan.
3.
Kesimpulan
Pembahasan islam normative dan
historis, pendekatan normative, yaitu suatu pendekatan yang melihat agama dari
arah ajarannya yang utama dan berasal dari tuhan yang maha kuasa. Pembelajaran
islam dalam survey historis, kajian islam dalam kebiasaan dunia barat itu sudah
menjadi hal biasa atau sudah menjadi hal perkara lama, kebiasaan islam dalam
barat itu sudah mendalam, atau sudah menjadi akar yang sangat dalam, dengan
timbulnya kajian islam akibat dari adanya alasan teologis yang mempertahankan
ajaran Kristen, daripada ajaran islam. Dalam historis, islam dikenalkan dengan
peradaban yang berhubungan dengan peradaban agama lain. Dahulu islam selalu
dihadapkan dengan peradaban masyarakat arab jahiliyah yang mengikuti
kepercayaan paganisme.
Baik secara teologis-normatif
maupun historis, kemajemukan, keanekaragaman adalah sebuah niscaya yang tidak
bisa dipungkiri. Fakta tersebut buan saja sebuah doktrin tetapi juga sebuah
kebenaran. Pluralisme menuntut adanya sikap inklusif dengan terus mengupayakan
kerja sama, sehingga muncul sikap yang proeksistensi. Lebih lebih pada zaman
modern dengan globalisasinya ini, kesaddaran akan adanya perbedaan mestinya
dimiliki oleh umat manusia. Karena kesadaran tersebut, secara positif akan
mendorong perbedaan pada kerjasama, saling mengisi dan membangun. Proses
normatif dan proses deskriptif dengan berbagai macam dapat digunakan dalam
pengetahuan Islam yang mempunyai sebelas subjek bahan,yaitu:
(1) Arabia pra-islam
(2) Pelajaran tentang nabi
(3) Pelajaran Al-Quran
(4) Tradisi kenabian
(5) kalam
(6) Hukum islam
(7) falsafah
(8) tasawuf
(9) sekte-sekte islami
(10) ibadah dan kehidupan bhakti
(11) agama popular
Berikut
tadi subjekyang terjadi proses normatif yang dapat dipelajari dalam islam dan
memperdalam ilmu agama. Sebagaimana yang dikatakan Allah cari lah ilmu sampai
kenegeri china.
4.
Referensi
Aji Damanhuri. “Islamic Studies
Berbasis Research.” Jurnal Tabawuf dan Pemikiran Islam 1, no. 2
(Desember 2011).
Apri
Kurniasih. “Pendekatan Studi Islam di Perguruan tinggi islam.” As-Salam
III, no. 1 (2013).
Arif
Shaifudin. “Memaknai Islam dengan Pendekatan Normatif.” El-Wasathiya 5,
no. 1 (Juni 2017).
Dedi
Wahyudi dan Rahayu Fitri AS. “Islam dan Dialog Antar Kebudayaan (Studi Dinamika
Islam di Dunia Barat).” Fikri 1, no. 2 (Desember 2016).
Duski
Ibrahim. “Metodologi Penelitian dalam kajian Islam (Suatu Upaya Iktisyaf
Metode-Metode Muslim Klasik).” Intizar 20, no. 2 (2014).
Ismah
Tita Ruslin. “Eksistensi Negara dalam Islam (Tinjauan Normatif dan Historis).” Jurnal
Politik Profetik 6, no. 2 (2015).
Khamami
Zada. “Orientasi Studi Islam di Indonesia: Mengenal Pendidikan Kelas
Internasional di Lingkungan PTAI.” Insania 11, no. 2 (April 2006).
Luluk
Fikri Zuhriyah. “Metode dan Pendekatan dalam Studi Islam Pembacaan atas
Pemikiran Charles J. Adams.” Islamica 2, no. 1 (September 2007).
M.
Habibullah. “Universalisme dan Kosmopolitanisme dalam Budaya Islam (Sebuah
Analisis dan Historis).” Tajdid XI, no. 1 (2012).
M.
Hadi Masruri. “Peran Sosial Perempuan dalam Islam: Kajian Historis-Normatif
Masa Nabi dan Khulafa’ Rasyidun.” Kesetaraan dan Keadilan Gender VII,
no. 1 (Januari 2012).
Mokh.
Fatkhur Rokhzi. “Pendekatan Sejarah dalam Studi Islam” III, no. 2 (Maret 2015).
Saeful
Anwar. “Pendekatan dalam Pengkajian Islam Konstribusi Charles J. Adam Terhadap
Kegelisahan Akademik.” An-Nas 2, no. 1 (September 2017).
Siti
Zulaiha. “Pendekatan Meteodologis dan Teologis Bagi Pengembangan dan
Peningkatan Kualitas Guru MI.” Ar-Riayah 1, no. 01 (2017).
Sulthan
Syahril. “Integrasi Islam dan Multikulturalisme: Perspektif Normatif dan
Historis.” Analisis XIII, no. 2 (Desember 2013).
Waryono
[Abdul Ghafur]. “Referensi Normatif dan Historis Bagi Pluralisme” XIII, no. 2
(2012).
Zainal
Abidin. “Islamic Studies dalam Konteks Global dan Perkembanganya di Indonesia.”
Akademika 20, no. 1 (Juni 2015).
[1] Ismah Tita Ruslin, “Eksistensi Negara dalam Islam (Tinjauan Normatif dan Historis),” Jurnal Politik Profetik 6, no. 2 (2015). h 1 .
[2] Ismah Tita Ruslin.
[3] Sulthan Syahril, “Integrasi Islam dan Multikulturalisme: Perspektif Normatif dan Historis,” Analisis XIII, no. 2 (Desember 2013).
[4] Aji Damanhuri, “Islamic Studies Berbasis Research,” Jurnal Tabawuf dan Pemikiran Islam 1, no. 2 (Desember 2011).
[5] Duski Ibrahim, “Metodologi Penelitian dalam kajian Islam (Suatu Upaya Iktisyaf Metode-Metode Muslim Klasik),” Intizar 20, no. 2 (2014).
[6] Dedi Wahyudi dan Rahayu Fitri AS, “Islam dan Dialog Antar Kebudayaan (Studi Dinamika Islam di Dunia Barat),” Fikri 1, no. 2 (Desember 2016).
[7] Dedi Wahyudi dan Rahayu Fitri AS.
[8] Arif Shaifudin, “Memaknai Islam dengan Pendekatan Normatif,” El-Wasathiya 5, no. 1 (Juni 2017).
[9] Arif Shaifudin.
[10] Ismah Tita Ruslin, “Eksistensi Negara dalam Islam (Tinjauan Normatif dan Historis).”
[11] Ismah Tita Ruslin.
[12] Mokh. Fatkhur Rokhzi, “Pendekatan Sejarah dalam Studi Islam” III, no. 2 (Maret 2015).
[13] Khamami Zada, “Orientasi Studi Islam di Indonesia: Mengenal Pendidikan Kelas Internasional di Lingkungan PTAI,” Insania 11, no. 2 (April 2006).
[14] Arif Shaifudin, “Memaknai Islam dengan Pendekatan Normatif.”
[15] Arif Shaifudin.
[16] Saeful Anwar, “Pendekatan dalam Pengkajian Islam Konstribusi Charles J. Adam Terhadap Kegelisahan Akademik,” An-Nas 2, no. 1 (September 2017).
[17] Waryono [Abdul Ghafur], “Referensi Normatif dan Historis Bagi Pluralisme” XIII, no. 2 (2012).
[18] Waryono [Abdul Ghafur].
[19] Waryono [Abdul Ghafur].
[20] Waryono [Abdul Ghafur].
[21] Apri Kurniasih, “Pendekatan Studi Islam di Perguruan tinggi islam,” As-Salam III, no. 1 (2013).
[22] Apri Kurniasih. h 81.
[23] Aji Damanhuri, “Islamic Studies Berbasis Research. h 221.”
[24] Zainal Abidin, “Islamic Studies dalam Konteks Global dan Perkembanganya di Indonesia,” Akademika 20, no. 1 (Juni 2015). h 73.
[25] Luluk Fikri Zuhriyah, “Metode dan Pendekatan dalam Studi Islam Pembacaan atas Pemikiran Charles J. Adams,” Islamica 2, no. 1 (September 2007).h 29.
[26] Ismah Tita Ruslin, “Eksistensi Negara dalam Islam (Tinjauan Normatif dan Historis). h 13.”
[27] Duski Ibrahim, “Metodologi Penelitian dalam kajian Islam (Suatu Upaya Iktisyaf Metode-Metode Muslim Klasik). h 250-251.”
[28] Waryono [Abdul Ghafur], “Referensi Normatif dan Historis Bagi Pluralisme. h 228.”
[29] Ismah Tita Ruslin, “Eksistensi Negara dalam Islam (Tinjauan Normatif dan Historis). h 8.”
[30] Sulthan Syahril, “Integrasi Islam dan Multikulturalisme: Perspektif Normatif dan Historis.h 299.”
[31] M. Hadi Masruri, “Peran Sosial Perempuan dalam Islam: Kajian Historis-Normatif Masa Nabi dan Khulafa’ Rasyidun,” Kesetaraan dan Keadilan Gender VII, no. 1 (Januari 2012). h 31.
[32] M. Habibullah, “Universalisme dan Kosmopolitanisme dalam Budaya Islam (Sebuah Analisis dan Historis),” Tajdid XI, no. 1 (2012). h 131.
[33] Dedi Wahyudi dan Rahayu Fitri AS, “Islam dan Dialog Antar Kebudayaan (Studi Dinamika Islam di Dunia Barat). h 269.”
[34] Zainal Abidin, “Islamic Studies dalam Konteks Global dan Perkembanganya di Indonesia. h 71.”
[35] Luluk Fikri Zuhriyah, “Metode dan Pendekatan dalam Studi Islam Pembacaan atas Pemikiran Charles J. Adams. h 31.”
[36] Duski Ibrahim, “Metodologi Penelitian dalam kajian Islam (Suatu Upaya Iktisyaf Metode-Metode Muslim Klasik). h 263.”
[37] Khamami Zada, “Orientasi Studi Islam di Indonesia: Mengenal Pendidikan Kelas Internasional di Lingkungan PTAI. h 3.”
[38] Saeful Anwar, “Pendekatan dalam Pengkajian Islam Konstribusi Charles J. Adam Terhadap Kegelisahan Akademik. h 104.”
[39] Apri Kurniasih, “Pendekatan Studi Islam di Perguruan tinggi islam. h 83.”
[40] Siti Zulaiha, “Pendekatan Meteodologis dan Teologis Bagi Pengembangan dan Peningkatan Kualitas Guru MI,” Ar-Riayah 1, no. 01 (2017).h 54.
Belum ada Komentar untuk "Islam Normatif dan Historis"
Posting Komentar